SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA SAYA MARI BELAJAR SEJARAH: Raja-raja Kerajaan Majapahit

Sabtu, 03 November 2012

Raja-raja Kerajaan Majapahit

Lampiran berikut mengurai tentang kehidupan raja-raja Majapahit sejak dari Hayam Wuruk hingga Ranawijaya dengan berdasarkan prasasti, kitab babad, serta referensi lainnya. Selamat membaca!

A. Hayam Wuruk (Ayam Yang Terpelajar) (1350-1389)
Hayam Wuruk adalah putra pasangan Tri Bhuwana Tunggadewi dan Sri Kertawerdhana yang dilahirkan saat gempa bumi di Panbanyu dan meletusnya Gunung Kelud tahun 1334, serta juga disaat Gajah Mada mengikrarkan Sumpah Pemuda. Hayam Wuruk merupakan raja keempat di Majapahit yang bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Dibawah pemerintahannya, kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan. Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi yang bergelar Padukasori putri Wijayarajasa Bhre Wengker. Dari perkawinan ini lahirlah Kusumawardhani (menikah dengan Wikramawardhana yang merupakan putra Bhre Pajang). Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre Wirabumi yang menikah dengan Nagarawardhani. Dibawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit mampu menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (Deli), juga menghancurkan Palembang serta sisa-sisa pertahanan Kerajaan Sriwijaya ditahun 1377. Tahun 1351, Hayam Wuruk berhasrat menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi yang merupakan putri raja Galuh, Jawa Barat. Ayah Dyah Pitaloka setuju asal pernikahan itu tidak bermaksud mencaplok kerajaan Majapahit. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak Galuh untuk menyerahkan putri sebagai upeti dan tunduk pada Majapahit. Galuh menolak dan akhirnya pecah Perang Bubat. Dalam perang ini, seluruh rombongan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun kemudian Galuh menjadi wilayah Majapahit. Semasa pemerintahan Hayam Wuruk, Mpu Tantular berhasil mengubah kitab Kakawin Sutasoma yang memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa. Selain itu, Mpu Prapanca juga mengubah kitab Negarakertagama pada tahun 1365.
Pada tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dunia. Sebagai pengganti Majapahit adalah menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami Kusumawardhani).

B. Wikramawardhana (1390-1428)
Dia adalah raja kelima di Majapahit. Wikramawardhana adalah anak dari Raden Sumana menjabat sebagai Bhre Paguhan dengan gelar Singjawardhana dan ibunya adalah Dyah Nertaja (adik Hayam Wuruk) yang menjabat Bhre Pajang. Wikramawardhana menurut Pararaton memiliki nama asli Gagaksali dan begelar Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama. Dari hasil perkawinannya dengan Kusumawardhani, Wikramawardhana memiliki putra bernama Rajasakusuma (Hyang Wekasing Sukha) yang meninggal sebelum sempat menjadi raja. Sementara dari selir, Wikramawardhana memiliki tiga anak yakni Bhre Tumapel (meninggal sebelum menjadi raja), Sri Suhita dan Kertawijaya. Pada tahun 1400, Wikramawardhana turun tahta untuk hidup sebagai pendeta, lalu Kusumawardhani pemegang pemerintahan penuh di Majapahit. Namun setelah Kusumawardhani meninggal dunia dan di candikan di Pabangan dengan nama Laksmipura, Wikramawardhana kembali naik tahta. Pada tahun 1401, Wikramawardhana berselisih dengan Bhre Wirabumi yang merupakan saudara tiri Kusumawardhani. Perselisihan antara dua penguasa Majapahit Barat dan Timur itu memuncak menjadi perang saudara pada tahun 1404 (Perang Paregreg). Pada tahun 1406, pasukan istana barat yang dipimpin Bhre Tumapel berhasil menghancurkan istana timur. Bhre Wirabumi tewas ditangan Raden Gajah (Bhra Narapati). Sementara Wikramawardhana membawa Bhre Dhaha (putri Bhre Wirabumi) yang kemudian dijadikan selir. Perang paregreg membawa kerugian besar bagi Majapahit karena banyak daerah bawahan diluar Jawa melepaskan diri. Selain itu, Wikramawardhana berhutang pada kaisar Dinasti Ming (penguasa China), karena saat terjadi penyerbuan ke timur, 170 anak buah Laksamana Ceng Ho ikut terbunuh. Menurut kronik China tulisan Ma Huan (sekretaris Cheng Ho), Wikramawardhana diwajibkan membayar denda sebesar 60000 tahil, namun sampai pada tahun 1408 baru bisa mengangsur sebanyak 10000 tahil. Karena kasihan, Dinasti Ming membebaskan hutang itu. Pada tahun 1426, Majapahit dilanda bencana kelaparan, hingga Bhre Tumapel meninggal dunia pada tahun 1427, arwahnya di candikan di Lokerep dengan nama Asmarasaba. Tak lama kemudian, Bhre Lasem dan Bhre Wengker yang merupakan putra Bhre Tumapel juga meninggal dunia. Pada tahun yang sama, Wikramawardhana juga meninggal dunia dan dicandikan di Bayalangu dengan nama Wisesapura. Tahta kerajaan Majapahit dilanjutkan oleh Sri Suhita.

C. Sri Suhita (1429-1447)
Prabu Sri Suhita memerintah Majapahit bersama Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja (Aji Ratnapangkaja). Pada tahun 1433, Sri Suhita membalas kematian Bhre Wirabumi dengan menghukum mati Raden Gajah (Bhra Narapati). Dari berita ini masuk akal bahwa hubungan Bhre Wirabumi dan Sri Suhita adalah kakek dan cucu, meskipun tidak disebut secara tegas di Pararaton. Pada tahun 1437, Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Sri Suhita juga meninggal. Pasangan suami-istri itu dicandikan bersama di Singhajaya. Karena tidak memiliki putra mahkota, tahta Sri Suhita digantikan adiknya yang bernama Dyah Kertawijaya.

D. Dyah Kertawijaya (1447-1451)
Dyah Kertawijaya adalah raja Majapahit yang bergelar Sri Maharaja Wijaya Parakramawardhana. Pada masa pemerintahannya diwarnai peristiwa alam yang berupa gempa bumi dan gunung meletus, serta pembunuhan penduduk Tidung Galating oleh keponakannya yang bernama Bhre Paguhan (putra Bhra Tumapel). Hubungan antara Rajasawardhana dengan Kertawijaya tidak disebut  secara tegas dalam Pararaton, sehingga muncul pendapat yang mengatakan kalau Rajasawardhana naik tahta setelah membunuh Kertawijaya. Pendapat lain mengatakan Rajasawarhana adalah putra Kertawijaya yang nama aslinya tercatat dalam Prasati Waringin Pitu sebagai Dyah Wijayakusumara. Beberapa naskah babad menyebutkan, Kertawijaya bernama lain Brawijaya, sebuah nama raja Majapahit yang sangat popular dilingkungan masyarakat Jawa. Dikisahkan bahwa Kertawijaya memiliki permaisuri bernama Ratu Dwarawati dari negeri Campa yang beragama Islam. Kebenaran akan kisah ini didukung dengan Prasasti Campa yang berangka tahun 1448, tahun dimana Kertawijaya menjalankan pemerintahan di Majapahit. Namun menurut Prasasti Waringin Pitu (1447) bahwa istri Kertawijaya bukan putri Campa melainkan Jayeswari. Sedangkan menurut kronik China dari kul Sam Po kOng, bahwa putri campa yang dimakamkan di Mojokerto bukan istri raja Majapahit, melainkan istri Ma Hong Fu, seorang duta besar China untuk Jawa. Sesudah wafat pada tahun 1451, Kertawijaya dicandikan di Kertawijayapura. Kedudukan raja Kertawijaya kemudian digantikan oleh Rajasawardhana.

E. Rajasawardhana (1451-1453)
Menurut Negarakertagam, Rajasawardhana (Bhre Matahun) adalah suami dari Indudewi (Bhre Lasem). Dari perkawinan itu, Rajasawardhana memiliki putri bernama Nagarawardhani yang menikah dengan Bhre Wirabumi. Pararaton menyebutkan bahwa sepeninggal Rajasawardhana tahun 1453, Majapahit mengalami kekosongan pemerintahan selama tiga tahun. Baru pada tahun 1456, Bhre Wengker naik tahta dengan gelar Bhra Hyang Purwawisesa. Tokoh ini kemudian dianggap identik dengan Girisawardhana yang tercatat dalam Prasasti Waringin Pitu.

F. Girisawardhana (1456-1466)
Girisawardhana Dyah Suryawikrama adalah raja yeng dalam masa pemerintahannya diwarnai bencana gunung meletus (1462). Girisawardhana mengeluarkan Prasasti Sendang Sedur (1463). Kemudian pada tagun 1466, Girisawardhana meninggal dunia dan dicandikan di Puri. Kedudukannya sebagai raja digantikan oleh Bhre Pandansalas.

G. Singawikramawardhana (1466-1474)
Dyah Suraprabhawa adalah raja Majapahit yang bergelar Sri Adi Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhuppai Ketubhuta. Dalam Pararaton, tokoh ini identik dengan Bhre Pandansalas. Dyah Suraprabhawa yang dianggap identik dengan Bhre Pandansalas, tercatat namanya dalam Prasasti Waringin Pitu (1447). Istri Dyah Suraprabhawa bernama Rajasawardhanadewi Dyah Sripura yang identik dengan Bhra Singhapura. Peninggalan sejarah Dyah Suraprabhawa semasa mejadi raja adalah Prasasti Pamintihan (1473). Pararaton tidak menyebutkan dengan pasti kapan Dyah Suraprabhawa meninggal. Namun Prasasti Trailokyapuri yang dikeluarkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya itu menyebutkan bahwa Dyah Suraprabhawa meninggal pada tahun 1474.

H. Bhre Kertabumi (1474-1486)
Bhre Kertabumi menjabat sebagai raja di Majapahit sesudah berhasil melakukan kudeta terhadap Singawikramawardhana.

I. Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (1486-1527)
Prabu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (Dyah Ranawijaya sang Raja Gunung) merupakan putra Singawikramawardhana. Pendapat umum menyebutkan bahwa Girindrawardhana adalah raja Majapahit terakhir yang dapat ditaklukkan oleh Kesultanan Demak (1527). Pada tahun Girindrawardhana Dyah Ranawijaya mengeluarkan Prasasti Jiyu yang mengesahkan anugerah berupa tanah Trailokyapuri pada Sri Brahmaraja Ganggadhara. Pengesahan ini dilakukan bersamaan dengan upacara Sraddha untuk memperingati 12 tahun meninggalnya Bharata Mokteng Dhahanapura (Baginda yang Meninggal di Dhah), tokoh ini diyakini para sejarawan sebagai orangtua Girindrawardhana. Prasasti Jiyu menyebutkan bahwa gelar Girindrawardhana adalah Sri Wilwatikta Jenggala Kediri, yang artinya penguasa Majapahit, Janggala dan Kadiri. Hal ini membuktikan bahwa kekuasaan Bhre Kertabumi di Majapahit telah jatuh ketangan Ranawijaya (1486). Prasasti itu pula menyebutkan nama Dyah Wijayakusuma yang diperkirakan sebagai saudara Girindrawardhana. Menurut kronik China, Girindrawardhana adalah menantu Bhre Kertab mi yang diangkat oleh Raden Patah sebagai raja bawahan Demak. Namun pendapat lain mengatakan bahwa Girindrawardhana menjadi raja Majapahit atas usahanya sendiri dengan megalahkan Bhre Kertabumi. Pendapat ini diperkuat oleh Prasasti Petak yang menyebutkan, bahwa keluarga Girindrawardhana pernah berperang melawan Majapahit. Menurut kronik China, Girindrawardhana meninggal dunia pada tahun 1527 sebelum pasukan Demak merebut istana Majapahit. Peristiwa kekalahan Girindrawardhana ini menandai berakhirnya riwayat kerajaan Majapahit. Para pengikut Girindrawardhana yang menolak kekuasaan Demak tersebut kemudian memilih berpindah kepulau Bali.

4 komentar:

  1. artikel keren, salam blogwalking

    BalasHapus
  2. ini sumbernya dari mana sih om..? ko bisa beda sama wikipedia? mohon segera di bales.. tengkyu

    BalasHapus
  3. Demák melawan prabu udara yg mngkudeta prabu girindrawhardana. Prabu udara tercatat yg mngundang portugis, sedang demak,tercatat patiunus, putra r, patah yg berperng dg portugis

    BalasHapus